Rabu, 03 April 2013

Yang Bersandar Di Punggungku

(Catatan lama dibuang sayang)...

-- Peristiwa yang mengingatkanku pada masa tuaku nanti  :-)--


Aku baru sadar dan merasa kalau badanku semakin mendoyong ke kanan dan ada sesuatu yang menempel di punggungku sewaktu aku duduk di dalam angkot dari Darmawangsa menuju arah Pucang. Memang waktu itu aku tidak duduk secara penuh ke belakang dan bersandar di kaca angkot. Selidik punya selidik, aku sempatkan kepalaku menoleh ke sebelah kiri.

Ah.. ternyata seorang nenek tua memakai kebaya dan membawa tas besar yang isinya tidak penuh karena aku melihat tas tersebut agak kempes sewaktu ditindihi oleh kedua tangannya.
Nenek tersebut mengangkat kepalanya sewaktu aku menoleh ke kiri. “Nguantuuk Nak…, tak sendeni sampeyan, Matursuwun loh Nak…”, ucap nenek tersebut dengan tersenyum sambil matanya menahan kantuk berat. Aku lihat seraut wajah tua yang terlihat sangat lelah. “Inggih Mbah..”, jawabku dan aku mecoba untuk tersenyum balik ke nenek tua tersebut. 
Tidak berapa lama kemudian, aku merasakan punggungku terasa berat dan ada yang menempeli lagi. Aku berkata dalam hati, biar saja nenek itu menikmati tidurnya yang lelap di punggungku. Sengaja aku tidak menoleh ke kiri karena takut nenek tua itu terbangun dengan tiba-tiba yang akan mengganggu kenikmatan tidurnya.
Peristiwa itu menyadarkan dan mengingatkanku bahwa nenek tua yang menyandarkan kepalanya di punggungku merasa nyaman dan nikmat tidurnya karena tak tahan menahan kantuk walau dia mungkin lupa kalau dia berada di dalam angkot dan mungkin juga lupa mau berhenti dimana. Yah.. mungkin juga beliau terlalu capek setelah menempuh perjalanan jauh.
Kasihan, batinku. Karena wanita setua itu masih saja bepergian sendiri, entah kemana tujuannya, aku tidak sempat bertanya kepada nenek tersebut.
Tapi aku bertanya dalam hati, kemana anak-anaknya? Seorang wanita tua yang selayaknya jika pergi harus selalu ditemani oleh anak, atau saudaranya. Nenek tersebut pergi sendiri tidak ada yang menemaninya.
Hmmmm…. Seketika itu aku membayangkan diriku di masa tua ku nantinya. Tak terbayangkan betapa sedihnya nanti jikalau dalam usia senja aku bepergian kemana-mana sendiri tidak ada yang menemani. Betapa sedihnya aku nanti jikalau salah satu dari anak-anakku tidak ada yang mau tinggal bersamaku untuk menemani sekedar berbincang-bincang ringan dan menemani menghabiskan masa tuaku. 
Dalam hati aku berdoa : “Ya Allah, berilah aku umur panjang dan penuh berkah, mengisi hari-hari tuaku dengan kegiatan yang bermanfaat bagi suami, anak, cucu, saudara, serta orang-orang di sekitarku, jangan jadikan aku menjadi beban yang merepotkan mereka, jadikanlah hari tuaku dengan beribadah kepadaMU sebagai bekal menghadap ke haribaanMU yang kekal, jangan biarkan aku sendirian di usia senja dan hindarkan aku dari penyakit pikun”.
Dalam benak terbayang wajah dan sosok ibuku yang semakin menua. Aku teringat pada suatu hari lalu  aku telah menolak ajakan ibuku yang mengajakku untuk pergi ke rumah adiknya.
Ada perasaan sedih dan menyesal dalam hati mengingat penolakanku pada ibuku meskipun beliau tidak marah kepadaku. 

Ibu, maafkan anakmu yang di usia senjamu aku tidak bisa selalu menemani detik-detik dan hari-hari yang engkau lalui. “Semoga engkau diberi umur yang berkah, selalu dilindungi oleh Allah dan mendapat akhir yang baik”  

 Luv,Luluk


Catatan :tak sendeni sampeyan = aku bersandar / menempel ke kamu
matursuwun = terima kasih
Inggih = iya

Keterangan gambar : Wajah tua yang aku beri bentuk hati adalah wajah tua Ibuku, 4 wajah tua yang lain adalah wajah wanita tua asia dengan berbagai ekspresi tuanya, yang aku ambil dari internet.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar