Selasa, 09 April 2013

42 Kisah Inspirasi Jiwa “Cerita Di Balik Noda”

  -Review Buku-   


Judul Buku : Cerita Di Balik Noda
Penulis : Fira Basuki
Editor : Candra Gautama
Isi : 42 Kisah Inspirasi Jiwa, 234 Halaman
Ukuran Buku : 13,5cm x 20cm
Perancang Sampul : LOWE Indonesia
Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
 


Membaca buku ini seperti saya melihat kehidupan sehari hari yang selalu ada di sekitar kita juga yang saya alami sendiri. Buku ini berisi tentang 42 kisah nyata yang ditulis oleh ibu ibu tentang pengalaman mereka selama berhadapan dan bersentuhan dengan “noda”.

Dalam buku ini ada 4 Tulisan dari penulis besar Fira Basuki  yang berjudul  “Bos Galak”, Pohon Kenangan”, “Sarung Ayah” dan “Foto” serta  38 cerita inspirasi jiwa lainnya yang ditulis oleh  ibu ibu peserta lomba menulis dengan tema “Cerita di Balik Noda” yang diadakan oleh Rinso melalui Facebook.

Kumpulan cerita  yang dirangkum dalam satu buku bersampul  warna putih ini  berilustrasikan sederhana yang menggambarkan cipratan / percikan noda berwarna coklat dan didesain timbul (Lebih tebal dan mengkilap dari warna dan tekstur dasar sampul buku).

Ilustrasi tersebut  cukup menggambarkan bahwa anak atau hati  kita adalah seperti lembaran kertas putih, jika terpercik noda sedikit aja akan sangat terlihat oleh mata kita dan terasa oleh hati kita seperti baju berwarna putih yang terpercik noda makanan atau noda air lumpur.

Noda di sini yang dimaksud tidak hanya selalu noda kotor yang melekat pada baju anak, baju yang kita pakai, buku, perabot dan sebagainya. Tetapi noda yang ada dalam buku ini luas maknanya seperti halnya kemarahan atau kesedihan terpendam pada hati seseorang adalah juga merupakan sebuah noda.

Saya mengetahui buku ini sewaktu membaca berita di Facebook - Group Kumpulan Emak Emak Blogger bahwa ada undangan acara Launching Buku Cerita di Balik Noda  yang saat itu saya ingin menghadirinya tetapi ternyata tidak bisa datang karena bertepatan dengan acara yang lain.

Penasaran dengan buku tersebut, beberapa waktu kemudian sewaktu mengantar anak saya ke sebuah toko buku, saya berniat membeli buku ini.
Sampai di rumah, saya membacanya satu persatu cerita yang dikemas apik, sederhana  namun mengena. Beberapa cerita telah membuat saya geli, membuat saya tersenyum, terharu, tak terasa menitikkan air mata, karena begitu polosnya sang anak yang kadang kadang kita anggap anak kita sebagai penyebab suatu kericuhan tetapi mereka menyimpan suatu niat yang baik. Seperti Cerita yang berjudul “Hidup Baru Danu”, “Nasi Bungkus Cinta”, “Foto”, “Bos Galak” dan beberapa cerita lain yang terdapat dalam buku ini. 


Noda tidak hanya disebabkan oleh anak kita, malah saya bercermin bahwa “noda” bisa ada karena dari diri kita sebagai ibu, istri dan anak dari orang tua kita.

Saya membacakan buku ini pada anak saya juga, yang terkadang anak saya juga ikut tersenyum geli jika ada cerita yang lucu, dan anak saya akan berkata “ ibu kenapa mengeluarkan air mata?” ketika dia melihat saya menangis terharu sewaktu hati saya tersentuh dengan  beberapa cerita dalam buku ini.
Karena dengan membaca buku ini saya bisa berkaca juga pada diri sendiri dan anak saya, juga menjadi lebih cinta keluarga karena ‘noda’ yang nampak pada mereka.


Teringat sewaktu anak saya tidak mau kembali sekolah di TK nya yang lama karena sudah 6 bulan tidak mau sekolah. Padahal sudah saya bujuk untuk mau kembali ke sekolah yang lama.
Berbagai cara sudah saya coba agar anak saya bisa kembali mau sekolah agar dia bisa mengikuti dan bersosialisasi dengan teman dan mengikuti aturan yang di luar rumahnya.
Penolakan penolakan selalu dilontarkan anak saya. Mulai menangis sampai marah marah. Saya sempat bingung dan panik. Sampai akhirnya saya menyerah dan ada seorang kepala sekolah dekat rumah saya ( yang rencananya saya akan memindahkan anak saya supaya sekolah ditempat tersebut)  menyarankan anak saya agar dimasukkan di sekolah alam. Selidik punya selidik, saya bertanya kembali ke anak saya “dek, kenapa tidak mau sekolah di tempat yang lama?”, Tidak saya duga anak saya menjawab “aku ingin sekolah yang bisa bermain kotor-kotoran” ..

Hmmmmm..... akhirnya....ternyata terbukalah semua yang dia pendam selama ini. Dalam beberapa waktu bulan kemudian akhirnya anak saya berhasil masuk ke sekolah yang  membolehkan dia bermain kotor-kotoran (baca : dibolehkan masuk kolam, bermain pasir, main lumpur, main air hujan, dan sebagainya dengan tetap mengikuti aturan yang diterapkan dan berlaku di sekolah tersebut).

Hampir setiap hari saya selalu mendapatkan baju penuh noda lumpur di dalam tas sekolahnya juga pada sepatu bootnya.  Yah inilah sesuatu yang harus saya bayarkan kepada anak saya demi kebaikannya juga.Meskipun jujur saja saya sempat mengelus dada dan geleng geleng kepala waktu pertama kali melihat baju anak saya yang penuh noda lumpur. Disisi lain saya bersyukur bahwa selama di sekolah tersebut, ternyata anak saya mengalami perkembangan yang luar biasa karena dia lebih bisa mengekspresikan diri dan lebih mandiri juga bertanggung jawab pada suatu hal yang dia kerjakan. Serta apa yang disampaikan oleh gurunya  mudah sampai dan dicerna oleh dia. Dengan resiko dan konsekwensi dia harus dibolehkan “bermain kotor kotoran”  dulu hehehhehe
Mungkin secara tidak langsung anak saya akan menyampaikan pesan tersirat bahwa “Berani kotor itu baik” 


Saya sangat merekomendasikan buku ini buat para ibu, ayah, kakek nenek, para pendidik, juga pengasuh. karena kita sebagai orangtua harus melihat juga ternyata “noda” itu juga merupakan hak anak, sebagai sesuatu yang manusiawi. Karena dengan adanya “noda” tersebut maka akan terdapat cerita baik sesudahnya. Noda tidak harus dilihat sebagai kotoran yang menganggu tetapi juga sebagai pembelajaran baik, refleksi diri kita sebagai orangtua dalam mendidik anak. Seperti pada salah cerita yang berjudul “Kaki (harus) kotor” yang menceritakan ada anak yang belum bisa berjalan pada usia 2 tahun  karena selama di rumahnya si ibu mendidik dan merawat anak tersebut seperti sebuah perselin tidak boleh ada kuman sedikitpun di rumah dan menempel di badannya. Ternyata setelah dibawa neneknya pulang ke rumahnya di kampung malah anaknya sudah bisa lancar berjalan karena diperbolehkan dan diberi kebebasan untuk terkena kotor dan boleh menginjak tanah dan bermain di sawah. Dan masih banyak cerita cerita lain yang sangat menginspirasi dan memperkaya jiwa kita.


Ternyata dengan adanya “noda” hidup kita bisa terasa lebih lengkap  dan bisa lebih baik dari sebelumnya. Dengan noda kita bisa berkaca pada diri sendiri,  pada anak kita, orang lain yang sedang kita hadapi, serta memperbaiki kesalahan kita, dan bisa lebih cinta juga dekat pada anak dan keluarga. Sehingga anak anak akan lebih bisa bereksplorasi dan bisa mengerti arti sebuah noda.
Yuukk... kita baca cerita cerita lain yang ada dalam Buku Cerita Di Balik Noda , banyak inspirasi jiwa disana tentang sepercik noda,sehingga  “Selalu Ada Hikmah di Balik Noda”

 
Tulisan ini diikutsertakan dalam Kontes Blog Review Buku “Cerita di Balik Noda” Oleh Kumpulan Emak Emak Blogger dan Rinso.

Rabu, 03 April 2013

Yang Bersandar Di Punggungku

(Catatan lama dibuang sayang)...

-- Peristiwa yang mengingatkanku pada masa tuaku nanti  :-)--


Aku baru sadar dan merasa kalau badanku semakin mendoyong ke kanan dan ada sesuatu yang menempel di punggungku sewaktu aku duduk di dalam angkot dari Darmawangsa menuju arah Pucang. Memang waktu itu aku tidak duduk secara penuh ke belakang dan bersandar di kaca angkot. Selidik punya selidik, aku sempatkan kepalaku menoleh ke sebelah kiri.

Ah.. ternyata seorang nenek tua memakai kebaya dan membawa tas besar yang isinya tidak penuh karena aku melihat tas tersebut agak kempes sewaktu ditindihi oleh kedua tangannya.
Nenek tersebut mengangkat kepalanya sewaktu aku menoleh ke kiri. “Nguantuuk Nak…, tak sendeni sampeyan, Matursuwun loh Nak…”, ucap nenek tersebut dengan tersenyum sambil matanya menahan kantuk berat. Aku lihat seraut wajah tua yang terlihat sangat lelah. “Inggih Mbah..”, jawabku dan aku mecoba untuk tersenyum balik ke nenek tua tersebut. 
Tidak berapa lama kemudian, aku merasakan punggungku terasa berat dan ada yang menempeli lagi. Aku berkata dalam hati, biar saja nenek itu menikmati tidurnya yang lelap di punggungku. Sengaja aku tidak menoleh ke kiri karena takut nenek tua itu terbangun dengan tiba-tiba yang akan mengganggu kenikmatan tidurnya.
Peristiwa itu menyadarkan dan mengingatkanku bahwa nenek tua yang menyandarkan kepalanya di punggungku merasa nyaman dan nikmat tidurnya karena tak tahan menahan kantuk walau dia mungkin lupa kalau dia berada di dalam angkot dan mungkin juga lupa mau berhenti dimana. Yah.. mungkin juga beliau terlalu capek setelah menempuh perjalanan jauh.
Kasihan, batinku. Karena wanita setua itu masih saja bepergian sendiri, entah kemana tujuannya, aku tidak sempat bertanya kepada nenek tersebut.
Tapi aku bertanya dalam hati, kemana anak-anaknya? Seorang wanita tua yang selayaknya jika pergi harus selalu ditemani oleh anak, atau saudaranya. Nenek tersebut pergi sendiri tidak ada yang menemaninya.
Hmmmm…. Seketika itu aku membayangkan diriku di masa tua ku nantinya. Tak terbayangkan betapa sedihnya nanti jikalau dalam usia senja aku bepergian kemana-mana sendiri tidak ada yang menemani. Betapa sedihnya aku nanti jikalau salah satu dari anak-anakku tidak ada yang mau tinggal bersamaku untuk menemani sekedar berbincang-bincang ringan dan menemani menghabiskan masa tuaku. 
Dalam hati aku berdoa : “Ya Allah, berilah aku umur panjang dan penuh berkah, mengisi hari-hari tuaku dengan kegiatan yang bermanfaat bagi suami, anak, cucu, saudara, serta orang-orang di sekitarku, jangan jadikan aku menjadi beban yang merepotkan mereka, jadikanlah hari tuaku dengan beribadah kepadaMU sebagai bekal menghadap ke haribaanMU yang kekal, jangan biarkan aku sendirian di usia senja dan hindarkan aku dari penyakit pikun”.
Dalam benak terbayang wajah dan sosok ibuku yang semakin menua. Aku teringat pada suatu hari lalu  aku telah menolak ajakan ibuku yang mengajakku untuk pergi ke rumah adiknya.
Ada perasaan sedih dan menyesal dalam hati mengingat penolakanku pada ibuku meskipun beliau tidak marah kepadaku. 

Ibu, maafkan anakmu yang di usia senjamu aku tidak bisa selalu menemani detik-detik dan hari-hari yang engkau lalui. “Semoga engkau diberi umur yang berkah, selalu dilindungi oleh Allah dan mendapat akhir yang baik”  

 Luv,Luluk


Catatan :tak sendeni sampeyan = aku bersandar / menempel ke kamu
matursuwun = terima kasih
Inggih = iya

Keterangan gambar : Wajah tua yang aku beri bentuk hati adalah wajah tua Ibuku, 4 wajah tua yang lain adalah wajah wanita tua asia dengan berbagai ekspresi tuanya, yang aku ambil dari internet.