-Review Buku-
Judul Buku : Cerita Di Balik Noda
Penulis : Fira Basuki
Editor : Candra Gautama
Isi : 42 Kisah Inspirasi Jiwa, 234 Halaman
Ukuran Buku : 13,5cm x 20cm
Perancang Sampul : LOWE Indonesia
Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Membaca buku ini seperti saya melihat kehidupan sehari hari yang selalu ada di
sekitar kita juga yang saya alami sendiri. Buku ini berisi tentang 42 kisah
nyata yang ditulis oleh ibu ibu tentang pengalaman mereka selama berhadapan dan
bersentuhan dengan “noda”.
Dalam buku ini ada 4 Tulisan dari penulis besar Fira Basuki yang berjudul
“Bos Galak”, Pohon Kenangan”, “Sarung Ayah” dan “Foto” serta 38 cerita inspirasi jiwa lainnya yang ditulis oleh ibu ibu peserta lomba menulis dengan
tema “Cerita di Balik Noda” yang diadakan oleh Rinso melalui Facebook.
Kumpulan cerita yang dirangkum dalam satu buku bersampul warna
putih ini berilustrasikan sederhana yang menggambarkan cipratan /
percikan noda berwarna coklat dan didesain timbul (Lebih tebal dan mengkilap dari warna dan tekstur dasar sampul buku).
Ilustrasi tersebut
cukup menggambarkan bahwa anak atau hati kita adalah seperti lembaran
kertas putih, jika terpercik noda sedikit aja akan sangat terlihat oleh mata
kita dan terasa oleh hati kita seperti baju berwarna putih yang terpercik noda makanan atau noda air lumpur.
Noda di sini yang dimaksud tidak hanya selalu noda kotor yang melekat pada baju
anak, baju yang kita pakai, buku, perabot dan sebagainya. Tetapi noda yang ada
dalam buku ini luas maknanya seperti halnya kemarahan atau kesedihan terpendam
pada hati seseorang adalah juga merupakan sebuah noda.
Saya mengetahui buku ini sewaktu membaca berita di Facebook - Group Kumpulan Emak
Emak Blogger bahwa ada undangan acara Launching Buku Cerita di Balik Noda
yang saat itu saya ingin menghadirinya tetapi ternyata tidak bisa datang karena
bertepatan dengan acara yang lain.
Penasaran dengan buku tersebut, beberapa waktu kemudian sewaktu mengantar anak
saya ke sebuah toko buku, saya berniat membeli buku ini.
Sampai di rumah, saya membacanya satu persatu cerita yang dikemas apik,
sederhana namun mengena. Beberapa cerita telah membuat saya geli, membuat saya tersenyum, terharu, tak
terasa menitikkan air mata, karena begitu polosnya sang anak yang kadang kadang
kita anggap anak kita sebagai penyebab suatu kericuhan tetapi mereka menyimpan
suatu niat yang baik. Seperti Cerita yang berjudul “Hidup Baru Danu”, “Nasi
Bungkus Cinta”, “Foto”, “Bos Galak” dan beberapa cerita lain yang terdapat
dalam buku ini.
Noda tidak hanya disebabkan oleh anak kita, malah saya bercermin bahwa “noda”
bisa ada karena dari diri kita sebagai ibu, istri dan anak dari orang tua kita.
Saya membacakan buku ini
pada anak saya juga, yang terkadang anak saya juga ikut tersenyum geli jika ada
cerita yang lucu, dan anak saya akan berkata “ ibu kenapa mengeluarkan air
mata?” ketika dia melihat saya menangis terharu sewaktu hati saya tersentuh
dengan beberapa cerita dalam buku ini.
Karena dengan membaca buku ini saya bisa berkaca juga pada diri sendiri dan
anak saya, juga menjadi lebih cinta keluarga karena ‘noda’ yang nampak pada
mereka.
Teringat sewaktu anak saya tidak mau kembali sekolah di TK nya yang lama karena
sudah 6 bulan tidak mau sekolah. Padahal sudah saya bujuk untuk mau kembali ke
sekolah yang lama.
Berbagai cara sudah saya coba agar anak saya bisa kembali mau sekolah agar dia
bisa mengikuti dan bersosialisasi dengan teman dan mengikuti aturan yang di
luar rumahnya.
Penolakan penolakan selalu dilontarkan anak saya. Mulai menangis sampai marah
marah. Saya sempat bingung dan panik. Sampai akhirnya saya menyerah dan ada
seorang kepala sekolah dekat rumah saya ( yang rencananya saya akan memindahkan
anak saya supaya sekolah ditempat tersebut) menyarankan anak saya agar
dimasukkan di sekolah alam. Selidik punya selidik, saya bertanya kembali ke
anak saya “dek, kenapa tidak mau sekolah di tempat yang lama?”, Tidak saya duga
anak saya menjawab “aku ingin sekolah yang bisa bermain kotor-kotoran” ..
Hmmmmm..... akhirnya....ternyata terbukalah semua yang dia pendam selama ini.
Dalam beberapa waktu bulan kemudian akhirnya anak saya berhasil masuk ke
sekolah yang membolehkan dia bermain kotor-kotoran (baca : dibolehkan
masuk kolam, bermain pasir, main lumpur, main air hujan, dan sebagainya dengan
tetap mengikuti aturan yang diterapkan dan berlaku di sekolah tersebut).
Hampir setiap hari saya selalu mendapatkan baju penuh noda lumpur di dalam tas
sekolahnya juga pada sepatu bootnya. Yah inilah sesuatu yang harus saya
bayarkan kepada anak saya demi kebaikannya juga.Meskipun jujur saja saya sempat mengelus dada dan geleng geleng kepala waktu pertama kali melihat baju anak saya yang penuh noda lumpur. Disisi lain saya bersyukur bahwa
selama di sekolah tersebut, ternyata anak saya mengalami perkembangan yang luar
biasa karena dia lebih bisa mengekspresikan diri dan lebih mandiri juga
bertanggung jawab pada suatu hal yang dia kerjakan. Serta apa yang disampaikan
oleh gurunya mudah sampai dan dicerna oleh dia. Dengan resiko dan
konsekwensi dia harus dibolehkan “bermain kotor kotoran” dulu hehehhehe
Mungkin secara tidak langsung anak saya akan menyampaikan pesan tersirat bahwa “Berani kotor itu baik”
Saya sangat
merekomendasikan buku ini buat para ibu, ayah, kakek nenek, para pendidik, juga
pengasuh. karena kita sebagai orangtua harus melihat juga ternyata “noda” itu
juga merupakan hak anak, sebagai sesuatu yang manusiawi. Karena dengan adanya
“noda” tersebut maka akan terdapat cerita baik sesudahnya. Noda tidak harus
dilihat sebagai kotoran yang menganggu tetapi juga sebagai pembelajaran baik,
refleksi diri kita sebagai orangtua dalam mendidik anak. Seperti pada salah cerita
yang berjudul “Kaki (harus) kotor” yang menceritakan ada anak yang belum bisa
berjalan pada usia 2 tahun karena selama di rumahnya si ibu mendidik dan
merawat anak tersebut seperti sebuah perselin tidak boleh ada kuman sedikitpun
di rumah dan menempel di badannya. Ternyata setelah dibawa neneknya pulang ke
rumahnya di kampung malah anaknya sudah bisa lancar berjalan karena
diperbolehkan dan diberi kebebasan untuk terkena kotor dan boleh menginjak
tanah dan bermain di sawah. Dan masih banyak cerita cerita lain yang sangat
menginspirasi dan memperkaya jiwa kita.
Ternyata dengan
adanya “noda” hidup kita bisa terasa lebih lengkap dan bisa lebih baik
dari sebelumnya. Dengan noda kita bisa berkaca pada diri sendiri, pada
anak kita, orang lain yang sedang kita hadapi, serta memperbaiki kesalahan
kita, dan bisa lebih cinta juga dekat pada anak dan keluarga. Sehingga anak
anak akan lebih bisa bereksplorasi dan bisa mengerti arti sebuah noda.
Yuukk... kita baca cerita cerita lain yang ada dalam Buku Cerita Di Balik Noda , banyak inspirasi jiwa disana tentang sepercik noda,sehingga “Selalu Ada Hikmah di
Balik Noda”
Tulisan ini diikutsertakan dalam
Kontes Blog
Review Buku “Cerita di Balik Noda” Oleh Kumpulan Emak Emak
Blogger dan Rinso.
Selasa, 09 April 2013
Rabu, 03 April 2013
Yang Bersandar Di Punggungku
(Catatan lama dibuang sayang)...
-- Peristiwa yang mengingatkanku pada masa tuaku nanti :-)--
Ibu, maafkan anakmu yang di usia senjamu aku tidak bisa selalu menemani detik-detik dan hari-hari yang engkau lalui. “Semoga engkau diberi umur yang berkah, selalu dilindungi oleh Allah dan mendapat akhir yang baik”
Luv,Luluk
Catatan :tak sendeni sampeyan = aku bersandar / menempel ke kamu
matursuwun = terima kasih
Inggih = iya
Keterangan gambar : Wajah tua yang aku beri bentuk hati adalah wajah tua Ibuku, 4 wajah tua yang lain adalah wajah wanita tua asia dengan berbagai ekspresi tuanya, yang aku ambil dari internet.
-- Peristiwa yang mengingatkanku pada masa tuaku nanti :-)--
Aku
baru sadar dan merasa kalau badanku semakin mendoyong ke kanan dan ada
sesuatu yang menempel di punggungku sewaktu aku duduk di dalam angkot
dari Darmawangsa menuju arah Pucang. Memang waktu itu aku tidak duduk
secara penuh ke belakang dan bersandar di kaca angkot. Selidik punya
selidik, aku sempatkan kepalaku menoleh ke sebelah kiri.
Ah..
ternyata seorang nenek tua memakai kebaya dan membawa tas besar yang
isinya tidak penuh karena aku melihat tas tersebut agak kempes sewaktu
ditindihi oleh kedua tangannya.
Nenek tersebut mengangkat kepalanya sewaktu aku menoleh ke kiri. “Nguantuuk Nak…, tak sendeni sampeyan, Matursuwun loh Nak…”,
ucap nenek tersebut dengan tersenyum sambil matanya menahan kantuk
berat. Aku lihat seraut wajah tua yang terlihat sangat lelah. “Inggih Mbah..”, jawabku dan aku mecoba untuk tersenyum balik ke nenek tua tersebut.
Tidak
berapa lama kemudian, aku merasakan punggungku terasa berat dan ada
yang menempeli lagi. Aku berkata dalam hati, biar saja nenek itu
menikmati tidurnya yang lelap di punggungku. Sengaja aku tidak menoleh
ke kiri karena takut nenek tua itu terbangun dengan tiba-tiba yang akan
mengganggu kenikmatan tidurnya.
Peristiwa
itu menyadarkan dan mengingatkanku bahwa nenek tua yang menyandarkan
kepalanya di punggungku merasa nyaman dan nikmat tidurnya karena tak
tahan menahan kantuk walau dia mungkin lupa kalau dia berada di dalam
angkot dan mungkin juga lupa mau berhenti dimana. Yah.. mungkin juga
beliau terlalu capek setelah menempuh perjalanan jauh.
Kasihan,
batinku. Karena wanita setua itu masih saja bepergian sendiri, entah
kemana tujuannya, aku tidak sempat bertanya kepada nenek tersebut.
Tapi
aku bertanya dalam hati, kemana anak-anaknya? Seorang wanita tua yang
selayaknya jika pergi harus selalu ditemani oleh anak, atau saudaranya.
Nenek tersebut pergi sendiri tidak ada yang menemaninya.
Hmmmm….
Seketika itu aku membayangkan diriku di masa tua ku nantinya. Tak
terbayangkan betapa sedihnya nanti jikalau dalam usia senja aku
bepergian kemana-mana sendiri tidak ada yang menemani. Betapa sedihnya
aku nanti jikalau salah satu dari anak-anakku tidak ada yang mau tinggal
bersamaku untuk menemani sekedar berbincang-bincang ringan dan menemani
menghabiskan masa tuaku.
Dalam hati aku berdoa : “Ya
Allah, berilah aku umur panjang dan penuh berkah, mengisi hari-hari
tuaku dengan kegiatan yang bermanfaat bagi suami, anak, cucu, saudara,
serta orang-orang di sekitarku, jangan jadikan aku menjadi beban yang
merepotkan mereka, jadikanlah hari tuaku dengan beribadah kepadaMU
sebagai bekal menghadap ke haribaanMU yang kekal, jangan biarkan aku
sendirian di usia senja dan hindarkan aku dari penyakit pikun”.
Dalam benak terbayang wajah dan sosok ibuku yang semakin menua. Aku teringat pada suatu hari lalu aku telah menolak ajakan ibuku yang mengajakku untuk pergi ke rumah adiknya.
Ada perasaan sedih dan menyesal dalam hati mengingat penolakanku pada ibuku meskipun beliau tidak marah kepadaku.
Ada perasaan sedih dan menyesal dalam hati mengingat penolakanku pada ibuku meskipun beliau tidak marah kepadaku.
Ibu, maafkan anakmu yang di usia senjamu aku tidak bisa selalu menemani detik-detik dan hari-hari yang engkau lalui. “Semoga engkau diberi umur yang berkah, selalu dilindungi oleh Allah dan mendapat akhir yang baik”
Luv,Luluk
Catatan :tak sendeni sampeyan = aku bersandar / menempel ke kamu
matursuwun = terima kasih
Inggih = iya
Keterangan gambar : Wajah tua yang aku beri bentuk hati adalah wajah tua Ibuku, 4 wajah tua yang lain adalah wajah wanita tua asia dengan berbagai ekspresi tuanya, yang aku ambil dari internet.
Langganan:
Postingan (Atom)